Ini adalah satu cerita tentang Ayah..
Tentang Ayah kita.. Ayahmu dan Ayahku..
–
Aku ingat pertama kali kau sisipkan cerita tentang ayahmu dalam obrolan kita. Waktu itu sekitar pertengahan Januari lalu, selepas berjalan-jalan di air terjun coban rondo, daerah Pujon, Batu-Malang-Jawa Timur. kau dan aku duduk di dalam mobil sambil melihat pemandangan kabut yang mulai turun dari atas gunung.
–
Awalnya ketika aku bertanya; nama julukanmu kok ga pas ya? haha. maksudnya?, dia balik bertanya. aku pun menjawab, ga pas lah teman-temanmu panggil kamu gundul tapi rambutmu kayak brokoli,wkwk. haha itu karena aku dulu kan waktu masih SMA model rambutku memang model cepak gundul, makanya teman-temanku panggil aku gundul.(wah asal aja tu teman-temannya kasih nama ga selamatan dulu,,ckckc ). Padahal nama asliku keren lho, Akbar Hariadi, itu nama pemberian ayah dan ibuku, ujarnya.
Dan saat itu kau bercerita hanya sedikit saja tentang ibu, juga tentang ayahmu.
“Ayahku tak lagi tinggal bersamaku,” kataku cepat, “Tapi perginya ayahku bukan pergi selamanya,” kataku lagi
Dan aku tak lagi meneruskan kisah tentang ayahku. Bukan sesuatu topik yang dengan mudah kubagi. Dan kita kembali berbagi tutur tentang hal lain.
–
Disela obrolan-obrolan kita, sesekali kau juga berkisah tentang keluarga hangatmu. Tentang adik yang kerap kau jahili dan kau lindungi dengan caramu…. Tentang kakak yang sekarang mulai mencari kerja dan memberikanmu pengertian lebih besar dari yang pernah kau harapkan….. Tentang ibu yang selalu kau rindukan, yang dengan tangisannya mampu membuatmu terdiam….. Tentang ayah yang kerap menjadi panutan dalam anganmu untuk membentuk sebuah keluarga…. (kau tahu aku selalu senang mendengarkan cerita tentang keluarga yang dikabarkan oleh orang-orang di sekelilingku. Setiap kali mendengar mereka berbincang tentang anggota keluarga yang lainnya aku seperti merasakan ada banyak kasih sayang yang meruap dari cerita mereka)
Dan bagian tentang ayahmu menjadi lebih banyak kudapat saat itu. Waktu itu kita sedang berbicara apa ya??? Yang aku tahu, kau berbagi tentang hari-harimu di rumah dengan keluargamu. Bagaimana ayah yang sangat senang merawat hewan-hewan peliharaannya dan kerap kali menyuruhmu membeli sendiri ikan atau burung dibanding mengambil sendiri dari pekarangannya,,, bagaimana ayah membelikanmu Kuda Besi tanpa sebelumnya memberitahumu,,, bagaimana ayah kerap kali merokok dan kau yang ingat dengan bau tembakaunya………. Kau cerita tanpa henti, dengan nada riang dan kadang terselip haru.. Sesosok ayah yang selalu ada untuk keluarganya. Figur yang tidak pernah kudapatkan hampir seumur hidupku.
–
Dan aku ganti berbagi. Sesuatu tentang ayahku. Laki-laki yang hampir tak pernah ada dalam beragam momen penting yang ada dalam hidupku. Aku bercerita banyak…Tentang menumpukan semua kesalahan pada ayahku, tentang bagaimana ia lebih memilih kehidupan dengan yang lain, tentang bagaimana ia menghancurkan keluarga ini, tentang rasa benci yang menebal dari hari ke harinya, tentang titik balik dalam hidup, juga tentang memaafkan dan berdamai dengan semua.
Siang itu kita bercerita, tentang ayah-ayah kita.
Namun siang itu kau lebih banyak diam, dan aku berusaha kuat bercerita dengan menyeimbangkan antara logika dan perasaanku.
–
Hmm, aku terbiasa hidup tanpa ayah. Mungkin karena terbiasa, rasa kehilangan akan ketiadaannya dalam berbagai fase hidupku tak pernah lagi ku rasakan. Terbiasa menghabiskan hari tanpa ayah membuat aku merasa hidupku sampai sekarang tetap baik-baik saja. Jadi, aku lupa bagaimana rasanya kehilangan dan tidak tahu bagaimana rasanya kehangatan dari sebuah keluarga yang utuh. Sesuatu yang jelas tidak pernah kau rasakan seumur hidupmu.
–
Jangan salah, aku mencintai keluargaku sama seperti kau mencintai keluargamu. Mungkin dengan cara yang berbeda. Yang hanya bisa dimengerti oleh orang-orang yang mengalami keadaan yang sama denganku. Dan selama masa-masa gelap itu, akhirnya aku sampai pada titik balikku. (Kau tahu bagaimana struggle-nya aku dalam masa-masa kelamku hingga sampai pada titik balik-ku,,sesuatu yang tidak mudah bukan???) Merasakan sebuah kehampaan dalam hati dan menyadari bahwa aku juga manusia yang punya rasa dan butuh kasih sayang atas segala masa kecil yang hilang entah kemana dan tidak pernah ku rasakan.. Bahwa aku tumbuh dan berkembang dengan mengalami apa yang sewajarnya anak seusiaku belum pantas untuk mengalaminya dan melihat langsung bagaimana keluarganya tercerai-berai……… Ya, aku bercerita kepadamu segala yang selama ini terasa sesak di dada namun setelah sekian tahun telah berkamuflase menjadi topeng kekuatan yang menghiasi wajahku.. Namun kita tahu, topeng itu hanyalah semu..
Dan kau menyadarkanku untuk memaafkan, melupakan, dan belajar mencintai..
Setelah ini ku yakin masih akan ada cerita tentang ayah-ayah kita. Tentang ayahmu dan sederetan kisah lucu yang sempat dibuatnya. . Tentang aku yang tetap belajar mencintai ayahku dan merangkai doa agar kami mempunyai kesempatan untuk memperbaiki kesalahan di masa lalu.
Tentang ayah-ayah kita. Ya, kita akan bercerita tentang laki-laki yang darahnya menitis dalam tubuh kita dan menuturkannya dengan rasa kasih…
–
Aku ingin suatu saat bercerita tentang ayahku dengan rasa kasih.. Sesuatu yang belum kualami saat ini, namun jelas sesuatu yang telah dan selalu kamu rasakan,, dan aku ingin mendengarnya lagi.