Penyesalan tiada guna: "Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku (di akhirat) ini." [QS. AL FAJR:24].

Jumat, 26 Agustus 2011

Tuntunan Islam Ketika Pergi Dan Pulang Mudik

Penulis: al Ustadz Hammad Abu Muawiah

Dari Ka’ab bin Malik radhiallahu anhu dia berkata:

أَنَّ النَّبِيَّ – صلى الله عليه وسلم - خَرَجَ يَومَ الخَمِيسِ في غَزوَةِ تَبُوكَ وَكَانَ يُحِبُّ أَن يَخرُجَ يَومَ الخَمِيسِ

“Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasallam keluar ke perang Tabuk pada hari kamis, dan jika beliau ingin safar, maka beliau memang senang perginya hari kamis.” (HR. Al-Bukhari no. 2950 dan Muslim no. 2769)
Dalam riwayat Al-Bukhari, “Sangat jarang Rasulullah shallallahu alaihi wasallam keluar jika beliau hendak safar kecuali beliau keluar pada hari kamis.”

Dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

لَو يَعلَمُ النَّاسُ مَا في الوَحدَةِ مَا أَعلَمُ مَا سَارَ رَاكِبٌ بِلَيلٍ وَحدَهُ

“Seandainya manusia mengetahui jeleknya bersendirian seperti apa yang aku ketahui, niscaya dia tidak akan mengadakan perjalanan di malam hari sendirian.” (HR.Al-Bukhari no. 2998)

Dari Abdullah bin Amr radhiallahu anhuma dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

اَلرَّاكِبُ شَيْطَانٌ وَالرَّاكِبَانِ شَيْطَانَانِ، وَالثَّلاَثَةُ رُكَبٌ

“Pengendara yang sendirian (dalam safar) adalah satu setan, yang berdua adalah dua setan, dan yang bertiga adalah rombongan pengendara.” (HR. Abu Daud no. 2607 dan At-Tirmizi no. 1674)

Dari Abu Said Al-Khudri radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

إِذَا خَرَجَ ثَلاَثَةٌ فِي سَفَرٍ فَلْيُؤَمِّرُوا أَحَدَهُمْ

“Jika ada 3 orang yang mengadakan perjalanan maka hendaknya mereka menjadikan salah seorang dari mereka sebagai pemimpin.” (HR. Abu Daud no. 2609)

Penjelasan ringkas:

Safar di dalam Islam mempunyai beberapa adab dan tuntunan yang sepantasnya diperhatikan seorang muslim ketika dia akan safar, baik safar dengan tujuan mudik atau perjalanan kerja atau hanya sekedar berwisata. Di antara adab tersebut adalah:

1. Disunnahkan untuk keluar pada hari kamis, dan lebih disunnahkan lagi pada malam kamis atau kamis pagi. Dari Anas bin Malik radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

عَلَيكُم بِالدُّلجَةِ، فَإِنَّ الأَرضَ تُطوَى بِاللَّيلِ

“Hendaknya kalian melakukan perjalanan di malam hari, karena bumi digulung pada malam hari.” (HR. Abu Daud no. 2571 dan hadits ini hasan lighairih)

Dari Shakr Al-Ghamidi dari Nabi shallallahu alaihi wasallam beliau bersabda:

اللهمَّ بَارِك لأُمَّتِي في بُكُورِهَا

“Ya Allah, berkatilah umatku pada waktu pagi hari mereka.” (HR. At-Tirmizi no. 2606 dan dinyatakan hasan olehnya)

2. Sangat ditekankan untuk melakukan safar berjamaah minimal 3 orang. Melakukan safar sendirian adalah hal yang dimakruhkan berdasarkan hadits Abdullah bin Umar di atas. Hanya saja jika dalam keadaan terpaksa atau memang tidak ada orang yang bisa menemaninya sementara dia harus safar segera, maka insya Allah ada uzur baginya.
Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu anhuma dia berkata:

نَدَبَ رَسُولُ اللهِ – صلى الله عليه وسلم - النَّاسَ يَومَ الخَندَقِ، فَانتَدَبَ الزُّبَيرُ ثلاث مرات فَقَالَ النَّبِيُّ – صلى الله عليه وسلم – : لِكُلِّ نَبِيٍّ حَوَارِيٌّ، وَحَوَارِيَّ الزُّبَيرُ

“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pada perang Khandaq menawarkan siapa yang mau pergi ke daerah musuh untuk mencari informasi. Maka Az-Zubair mengajukan dirinya, dan beliau mengulangi penawarannya sebanyak tiga kali akan tetapi hanya Az-Zubair yang mengajukan dirinya. Maka Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Setiap nabi mempunyai penolong dan penolongku adalah Az-Zubair.” (HR. Al-Bukhari no. 2997)
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Fath Al-Bari menjelaskan hadits Jabir di atas, “Dalam hadits ini terdapat pembolehan seseorang safar sendirian dalam keadaan darurat, dan sekaligus menunjukkan bahwa larangan safar sendirian hanya berlaku jika safar sendirian memang tidak dibutuhkan dan bukan pada safar yang maslahat tidak akan terwujud kecuali dengan bersendirian seperti pengiriman mata-mata atau pencari informasi. Selain dari keadaan ini maka dimakruhkan safar sendirian. Mungkin juga dikatakan kalau safar sendirian hanya dibolehkan kalau memang dibutuhkan itupun ketika merasa aman dari mudarat, sementara larangannya berlaku jika dia merasa khawatir akan dirinya dan bukan dalam keadaan darurat.” Selesai dengan sedikit perubahan
3. Jika safarnya berjamaah (minimal 3 orang) maka Nabi shallallahu alaihi wasallam memerintahkan agar salah seorang di antara mereka menjadi amir as-safar (pemimpin saat safar). Yang mana pemimpin yang memutuskan apakah mereka singgah di suatu tempat atau tidak, mereka shalat jamak taqdim atau ta`khir (jika keduanya memungkinkan), dan tidak boleh seorangpun dari anggota rombongannya yang meninggalkan/memisahkan diri dari rombongan kecuali setelah meminta izin kepadanya, dan sang pemimpin safar harus mengizinkannya jika memang tidak ada mudharat yang timbul. Karena diangkatnya pemimpin dalam safar ini bertujuan untuk menyatukan mereka dan menjauhkan mereka dari semua bentuk perselisihan karena sungguh perselisihan dalam safar adalah hal yang terlarang. Abu Burdah radhiallahu anhu berkata: Nabi shallallahu alaihi wasallam mengutus ayahku dan Muadz bin Jabal ke Yaman dan beliau bersabda:

يَسِّرَا وَلا تُعَسِّرَا، وَبَشِّرَا وَلا تُنَفِّرَا، وتَطَاوَعَا ولا تَختَلِفَا

“Kalian berdua berilah kemudahan kepada orang yang akan kalian dakwahi dan jangan mempersulit, berikanlah kabar gembira dan jangan membuat mereka menjauh. Bekerjasamalah kalian dan jangan kalian berselisih.” (HR. Al-Bukhari no. 7172)

Intinya, pemimpin safar ini wajib ditaati selama dalam perkara kebaikan berdasarkan perintah Nabi shallallahu alaihi wasallam. Dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu dia berkata:

بَعَثَ النَّبِيُّ – صلى الله عليه وسلم - سَرِيَّةً وَأَمَّرَ عَلَيهِم رَجُلاً مِن الأَنصَارِ وَأَمَرَهُم أَن يُطِيعُوهُ فَغَضِبَ عَلَيهِم وَقَالَ: أَلَيسَ قَد أَمَرَ النَّبِيُّ – صلى الله عليه وسلم - أَن تُطِيعُوني؟ قَالُوا: بَلَى قَالَ: قَد عَزَمتُ عَلَيكُم لَمَا جَمَعتُم حَطَبًا وَأَوقَدتُم نَارًا ثُمَّ دَخَلتُم فِيهَا، فَجَمَعُوا حَطَبًا فَأَوقَدُوا نَارًا فَلَمَّا هَمُّوا بِالدُّخُولِ فَقَامَ يَنظُرُ بَعضُهُم إِلَى بَعضٍ، قَالَ بَعضُهُم: إِنَّمَا تَبِعنَا النَّبِيَّ – صلى الله عليه وسلم - فِرَارًا مِن النَّارِ أَفَنَدخُلُهَا، فَبَينَمَا هُم كَذَلِكَ إِذ خَمَدَت النَّارُ وَسَكَنَ غَضَبُهُ، فَذُكِرَ لِلنَّبِيِّ – صلى الله عليه وسلم - فَقَالَ: ((لَو دَخَلُوهَا مَا خَرَجُوا مِنهَا أَبَدًا، إِنَّمَا الطَّاعَةُ في المَعرُوفِ

“Nabi shallallahu alaihi wasallam mengirim pasukan perang dan beliau mengangkat salah seorang dari mereka yang berasal dari Al-Anshar sebagai pemimpin, dan beliau memerintahkan mereka untuk menaatinya. Di tengah perjalanan, pemimpin mereka marah maka dia berkata, “Bukankah Nabi shallallahu alaihi wasallam telah memerintahkan kalian untuk menaatiku?” mereka menjawab, “Betul.” Dia berkata, “Kalau begitu saya perintahkan kepada kalian agar mengumpulkan kayu bakar lalu kalian menyalakannya kemudian kalian masuk ke dalamnya.” Maka merekapun mulai mengumpulkan kayu bakar lalu menyalakannya. Tatkala mereka akan melompat masuk ke api tersebut, mereka hanya berdiri sambil memandang satu sama lain. Lalu sebagian di antara mereka berkata, “Kami hanyalah mengikuti Nabi shallallahu alaihi wasallam karena menghindar dari api (neraka), kalau begitu kenapa kami akan memasukinya.” Demikian keadaan mereka hingga apinya padam dan kemarahan pemimpinnya reda. Hal ini kemudian diceritakan kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam maka beliau bersabda, “Seandainya mereka masuk ke dalam api tersebut niscaya mereka tidak akan keluar darinya (neraka) selama-lamanya. Sesungguhnya ketaatan kepada pimpinan itu hanya dalam perkara yang baik.” (HR. Muslim no. 1840)

Selain hak dia untuk ditaati, pemimpin safar sebaliknya wajib memperhatikan anggota rombongannya, jangan sampai ada yang tertinggal atau mendapatkan mudharat lainnya. Jabir bin Abdillah radhiallahu anhu dia berkata:

كَانَ رَسُولُ اللهِ – صلى الله عليه وسلم - يَتَخَلَّفُ في المَسِيرِ فَيُزجِي الضَّعِيفَ وَيُردِفُ وَيَدعُو لَهُم

“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam (ketika safar) senantiasa memperlambat jalan beliau agar beliau bisa menuntun orang yang lemah, menemani mereka, dan mendoakan untuk mereka.” (HR. Abu Daud no. 2639)

Dinukil dari: http://al-atsariyyah.com/tuntunan-islam-ketika-pergi-pulang-mudik.html

Tidak ada komentar: